Sunday 13 December 2015

Desember Tlah Tiba!!

Desember tlah tiba
Desember tlah tiba
Kita bergembira!!
Minggu pertama Desember yang sekaligus minggu terakhir November saatnya menulis saran kritik dan masukan sekaligus melakukan cek mengecek nilai yang belum tuntas. Kegiatan pada minggu pertama Desember juga dimeriahkan dengan adanya drama musikal kelas XII! Ini sungguh menarik! Sekolah ini benar-benar Jjang! Hebiaat! 
Para sahabat Noah duduk rapi menanti drama musikal dimulai
Aksi dari kakak kelas yang menggetarkan jiwa
Gak kalah dari drama musikal Dancing In The rain
Drama Satui pun di mulai
E cieeee CIEEEEEE
Jumat barokah yang ngebuat kegiatan ekstrakurikuler menjadi kacau karena pembina eh anggota ektra pada ikutan hebring! Bagus nak! Kegiatan semacam ini bagus untuk memupuk rasa percaya diri kalian!
Kegiatan lain di hari-hari menjelang Ujian Semester Satu adalah bantuin Miss Rara mengecek hasil praktikum siswa KIR. Ini artinya, bisa icip2 telor asin yang dibuat siswa. 
Muka tegang Winda saat mencuci telor
Antri pang!
Para lakian sibuk dengan telur asin mereka 
Miss Rara memberi pengarahan secukupnya
Miss Rara mencoba bertahan dari rayuan maut Tyesia agar nilainya tuntas
Baik. Setelah cukup dengan telur asin, kita akan membahas kegiatan lain, yaitu memberi saran, kritik, dan masukan pada pembelajaran saya. Well, emang agak perih ketika ada masukan bahwasanya cara menjelaskan saya kurang jelas, terlalu cepat, dan tidak mudah dipahami. Duh, nak ibu seperti butiran debu yang terhempas di padang pasir *mulai kehilangan arah*. Kritik, saran, dan masukan memang tidak mudah diterima. Akan selalu terasa nyesek, KZL *bahasa apa pula ini?*, dan tidak enak. Tapi, ini adalah proses. Kritik, saran, dan masukan adalah bagian dari era keterbukaan bukan? Haha.
Kita akan terus berkembang ketika kita terus belajar dan menerima masukan dari orang lain. Tapi ingat, kita hanya perlu mendengarkan saran, masukan, dan kritik yang membuat kita mampu meningkatkan kualitas diri kita. Kalau ada omongan yang membuat down, jatuh dan tidak bisa bangkit lagi *ter-butiran debu* lupakan! FORGET THAT, DUDE! Dan ini memang tidak mudah. Kita hidup dalam era dimana komentator sudah menjadi pekerjaan sampingan. Buanyaak banget yang komen-able, mudah dikomentari, misalnya kenapa si A makan sendiri, kenapa si B gak punya pacar, kenapa si C gak bisa melupakan kisah kasihnya? Ato kenapa Lee Jong Suk tidak segera mengkonfirmasi hubungannya ddengan Park Shin Hye?? Gak ada yang salah dengan komen mengkomen, yang salah adalah ketika komentar itu sudah mengganggu orang lain. Mengganggu bukanlah ciri masyarakat madani bukan? J
Baik hakseng! Ssaem akan memperbaiki cara mengajar ssaem *duilah bahasanya*. Ibu guru akan menjelaskan dengan santai seperti di pantai dan slow seperti di pulau. Ibu juga akan berusaha menjelaskan dalam bahasa manusia biasa, manusia biasa, bukan bahasa diseret. Haha. Jadi inget ketika dulu ada teman yang bilang,”Mika tu kalo cerita gak cetho”. Well, that’s why I have no interest in teaching. Haha. Tapi nyatanya sekarang? *RASAKAAN**Mengejek diri sendiri*
Daan untuk membuat kelas ceria penuh canda tawa, ibu guru menyeraah! MENYERAAH! Spesialisasi ibu guru adalah membuat kelas menjadi TEGANG, HOROR, dan NGERI2 GIMANA GITU *Hahaha*. Ibu guru serahkan pembelajaran yang penuh cerita, penuh canda kepada guru lain. Hidup harus seimbang, ada yang lucu, ada yang tegang, menakutkan dan bikin sesak nafas. Haha.
Setelah memberi masukan saran kritik dll itu, saya mengajukan opsi kepada siswa apakah semester dua nanti pake LKS atau tidak. Suara terpecah menjadi tiga! Kondisi mulai rusuh! Suara agar memakai LKS mencapai 5 juta suara! Suara yang tidak usah pakai LKS berada pada kisaran  satu juta empat ratus ribu rupian! *?!?!?!?* dan suara untuk tetap menjadi kpopers turut memanaskan suasana!
LKS. Saya seperti berada dalam dilema yang besar. Teringat ketika dulu bapak pernah bilang kalo LKS bikin guru  tidak produktif. Jam pertama LKS. Jam terakhir panas LKS. My LKS My Everything-lah! Dan saya takut jadi bergantung pada LKS. Zaman gak ada LKS, semboyan Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karyo, Tut Wuri Handayani benar-benar dipraktikkan oleh guru. Di depan memberi contoh, di tengah menyemangati, dan dibelakang memberi dorongan tanpa batas! Ini keren sekali bukan dibandingkan hanya mengandalkan LKS? Bukannya saya tidak setuju dengan adanya LKS, mengingat dulu saya juga pernah bekerja di penerbitan. Tapi ketika buku pendamping alias LKS itu dijadikan bahan pokok utama, that’s a problem.
Proses pembuatan LKS yang saya tahu tidak sederhana, apalagi yang dari Intan Pariwara. Berat men! Satu bab saja para penyusun diberi waktu 3 hari. Itu dengan tingkat revisi 80% lebih. Dulu saya sampai mabok ngerjain sampai tengah malam ditemani oleh suara Oppa yang terus menerus meneriakkan “Minaaah”! Candaan saya dulu saat berada dalam kondisi teler bikin soal adalah kita para penyusun soal kayaknya butuh metilon, itu pas zamannya Rafi Ahmad terjerat kasus narkoba jenis baru. Ato membayangkan kalo kita di Korea, kita pasti sudah mabok soju saking stresnya. Haha. Kalo di Indonesia ya mabok yakult lah. 
Luar biasa sekali proses bikin LKS yang disebut dengan PGPR di Intan Pariawara. Belom kalo ada perubahan mendadak yang mempermainkan para penyusun tanpa perasaan. Makin jumpalitan lah kita, ini terutama ketika masa penyusunan Detik UN. SKL bisa keluar ketika kita sudah saatnya pulang! Hayoloooh! Mabok mabok deh!
Kalo udah sampai tahap editing sih, lumayan bisa napas kita. Sehari baca satu naskah PGPR mah oke. Iya dibaca doang, tanpa diedit. Haha. Penerbit lain juga tidak kalah luar biasanya, meski berada di bawah tingkatan PGPR. Saya suka sebenarnya dengan PGPR karena lengkap dan info terbaru (rubrik sekilas info kalo dulu) oke punya. Karena tuntutan menyajikan informasi terbaru membuat para penyusun memutar otak dan mencari info terbaru yang keren sesuai dengan materi, misalnya mengenai 4 pilar kebangsaan, yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Menurut ahli kenegaraan Pancasila tidak bisa dijadikan salah satu dari 4 pilar itu karena Pancasila itu sudah menjadi dasar negara. Atau informasi mengenai pembatalan UU Koperasi yang baru karena dianggap berbau korporasi sehingga menghilangkan nafas kekeluargaan. Belom lagi para penyusun bikin RPP dan Silabus. Benar2 luar biasa! Yah, hendaknya saya musti bijaksana. Daripada uang 12-13 rebok itu habis buat beli pentol doang mending buat beli PGPR ya kalo? Tapi juga jangan sampai PGPR menjadi buku sakral yang tanpanya saya jadi kehilangan arah! Amin.